pidato mewujudkan partai yang jujur dan adil tolong dijawab ya please,besok dikumpulin soalnya
Pertanyaan
tolong dijawab ya please,besok dikumpulin soalnya
1 Jawaban
-
1. Jawaban rezabatara
Era pergantian kepemimpinan dan perwakilan rakyat kini tidak lama lagi. Pesta demokrasi telah ditetapkan akan dilaksanakan pada 9 april untuk pemilihan umum legislatif dan 9 juli untuk pemilihan presiden. Setiap calon telah mempersiapkan sematang mungkin ide dan metode untuk memenangkan hati rakyat. Bukan hanya dalam hal tersebut, dana miliaran rupiah pun dipersiapkan untuk membiayai perjalanan sosialisasi, relawan, logistik partai, pertemuan dengan ormas, survei dan iklan. Mencuatnya isu ini, menjadikan buah bibir di masyarakat mengenai nasib mereka lima tahun berikutnya yang ditentukan dalam Pemilu.
Masyarakat paham betul, setelah pemilu dilaksanakan dan pejabat telah naik jabatan, janji dan slogan manis yang diumbar ketika kampanye pun menguap tanpa bekas. Nama dan kepentingan rakyat diperalat demi kepentingan sendiri, parpol, dan cukong yang mengongkosi. Itulah faktanya, kejadian ini dapat diibaratkan mendorong mobil mogok. Ketika mobil berhasil hidup, orang yang mendorong pun ditinggalkan dan hanya diberi asap. Seperti itulah nasib rakyat selama ini.
Ditambah lagi, seiring ketatnya persaingan berebut kursi, masyarakat dipikat dengan berbagai iming-iming, bantuan bahkan uang. Masyarakat akhirnya merasa, suaranya memiliki “harga” dan bisa dijual.
Siapa pun yang datang memberikan uang akan diterima, tanpa peduli siapa sebenarnya yang didukung. Ungkapannya “kapan lagi mendapatkan uang dari para politisi kalau tidak pada momen pemilu?”
Pragmatisme dalam politik inilah pada akhirnya menistakan pemilu itu sendiri. Politik hanya dijadikan alat demi mendapat kedudukan dan kekuasaan berikut mempertahankannya. Politik juga dijadikan sebagai alat tawar untuk mendapatkan keuntungan meski jangka pendek. Sementara, kepentingan rakyat hanya menjadi komoditas.
Semua kejadian ini tentu tidak bisa dibiarkan begitu saja. Pemilu yang tidak didasari atas niat tulus memperbaiki kehidupan rakyat akan berujung pada kerusakan kebijakan dan pragmatisme dalam pemilu menjadi contoh kecil perilaku korup yang akan mengantarkan bangsa ini sebagai bangsa yang semakin korup.
Tidak ada jalan lain untuk memperbaiki sistem pemilu ini kecuali dengan kembali memahami penuh makna Pemilu yang telah tertuang dalam peraturan perundang-undangan. Dalam Pasal 22E ayat 1 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan “Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.”
Lalu bagaimanakah agar pemilu ini benar-benar bisa meningkakan kualitas demokrasi di Indonesia? Caranya adalah adalah seluruh elemen harus mau berkomitmen bersama. Hal ini harus dilakukan untuk mencegah terjadinya pelaksanaan pemilu yang tidak sportif dan jauh dari keadilan. Cara lainnya adalah masyarakat bersama dengan penyelenggara pemilu melakukan pengawasan dan pemantauan agar setiap tahapan pemilu berjalan dengan jujur,adil, dan bersih sehingga pemilu yang adil dan sportif bisa tercapai.Mari kita sukseskan pemilu legislatif 2014 dengan berpartisipasi aktif dan bekerjasama dengan pengelenggara pemilu demi mewujudkan pemilu yang adil dan sportif.
Selain itu, yang tidak kalah penting adalah Panwaslu harus bergerak untuk melakukan pendidikan Pemilu kepada warga. Sosialisasi serta penanaman sistem pemilihan umum yang sehat. Warga haruslah dididik untuk tidak tergiur dengan janji-janji manis para Caleg, tetutama harus berani tolak uangnya dan memilih yang jujur. Memang kadang sulit memilih seorang pemimpin yang menjadi harapan sesungguhnya di zaman ini. Banyak pentolan-pentolan partai yang nyalon masih tidak dapat memahami sepenuhnya bahwa sebenarnya suara yang direbut itu merupakan amanah rakyatyang mutlak diemban. Tidak malah sebaliknya, hanya tergiur dengan posisi aman tanpa mengutamakan kepentingan rakyat dan sepertinya lupa begitu saja dengan janji-janji manis saat kampanye.
Maka dari itu, seluruh lapisan masyarakat yang memiliki hak pilih jangan sampai salah pilih. Lima menit di Tempat Pemungutan Suara menentukan untuk lima tahun nasib bangsa ini. Jika rakyat sudah salah dalam memilih, maka siklus yang terjadi adalah mewujudkan sosok pemimpin (pemerintah) yang tidak benar, akhirnya kebijakan yang dilahirkan juga kurang tepat, sehingga hal ini berdampat pada aturan di dalam unit pelayanan publik yang barang tentu itu kembali kepada rakyat itu sendiri. Intinya, akan jadi bumerang bagi diri sendiri.